Arwildayanto: Kebijakan Putus-Sambung, Kemdikbud-Kemristek Dikti dan Kemristek BRIN Menjadi Kemdikbudristek

    Arwildayanto: Kebijakan Putus-Sambung, Kemdikbud-Kemristek Dikti dan Kemristek BRIN Menjadi Kemdikbudristek
    Dr. Arwildayanto, MP.d

    GORONTALO - Pemerintahan Jokowi-Makruf dengan Kabinet Indonesia Maju jilid II, hari Rabu 28 April 2021 resmi melantik Mas Nadiem Makarim memimpin Kementerian Negara baru merupakan gabungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemdikbud) dan Kementerian Riset Teknologi-Badan Riset Nasional (Kemristek-BRIN).

    Penggabungan kementerian Negara ini, menarik untuk dicermati di tengah reduksi daya kritis sebagian besar politisi dan akademisi. Barangkali mereka kuatir dipandang sebagai oposisi yang akan dimusuhi di negeri ini. Lebih baik diam seribu bahasa, sembari menonton pelantikan Mas Menteri, di tengah dinginnya ucapan selebrasi.    

    Kenapa menjadi hambar dan kurang mendapatkan porsi bahasan, barangkali banyak pihak berpandangan pemikirannya tidak diperlukan lagi, Semua akan berjalan sesuai dengan rencana atau skenario.

    Buktinya, proses pemisahan dan penggabungan kementerian Negara terkait dengan fungsi pendidikan pada Kabinet Indonesia Maju jilid I dan II berjalan mulus. Walaupun, bongkar pasang tersebut terjadi dalam tempo waktu yang tidak terlalu lama.

    Kita bisa merefleksi perubahan nama kementerian Negara yang mengurusi bidang pendidikan pada Kabinet Indonesia Maju jilid I dibentuk Dua Kementerian Negara, yakni Kemendikbud dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristek Dikti).

    Pada kabinet Indonesia Maju jilid II, dilakukan perombakan kembali, dimana Kemdikbud dan Kemristek Dikti disatukan ke dalam unit kerja Kemendikbud, dengan menyisakan fungsi Riset Teknologi (Ristek) yang di kelola oleh Kementerian Riset Teknologi-Badan Riset dan Inovasi  atau Kemristek-BRIN.

    Kedua kementerian Negara tersebut bertahan sekitar 1 tahun 4 bulan, mereka harus mengalami peleburan atau perombakan kembali. Diawali dari adanya Surat Presiden (Surpres) Nomor R-14/Pres/03/2021 yang ditujukan ke DPR-RI terkait Pertimbangan Pengubahan Kementerian Negara.

    Fakta yang memperkuat proses perombakan kabinet berjalan lancar, adanya quick respon DPR-RI melakukan Rapat Konsultasi Pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR, tanggal 8 April 2021 menghasilkan kesepakatan, pertama menyepakati Surpres No. R-14/Pres/03/2021 terkait penggabungan sebagian tugas dan fungsi Kemenristek ke Kemendikbud.

    Saking cepatnya, sehari setelah itu langsung dilakukan Rapat Paripurna DPR-RI, 9 April 2021 secara resmi menyetujui penggabungan menjadi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemdikbudristek). Ini pertanda baik, komunikasi politik pemerintah dan DPR-RI berjalan harmoni.

    Kebijakan Putus-Nyambung, Bagaikan Gerakan Tarian Poco-Poco.
    Keharmonisan hubungan kerja pemerintah dan DPR-RI, mestinya tidak mengurangi daya kritis DPR-RI sebelum memberikan persetujuan terkait penggabungan Kementerian Negara untuk urusan pendidikan.

    Karena publik belum mendapatkan alasan, urgensi dan dampak terhadap turbulensi kinerja kementerian terkait bongkat pasang nama kementerian yang terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dinamika ini, tentu berimplikasi pada pelaksanaan  program kerja, strktur organisasi dan pejabat yang bertanggungjawab dalam pelaksanaannya.

    DPR-RI dengan kewenangan yang dimiliki berdasarkan Pasal 19 ayat 1 Undang-undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyatakan bahwa pengubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan kementerian dilakukan dengan pertimbangan DPR-RI.

    Sebelum memberikan persetujuan, anggota DPR-RI bisa menggali informasi berkaitan dengan dampak dalam perspektif ekonomis dan organisatoris. 
    DPR-RI bisa lebik sensitif mencermati kebijakan pemerintah melakukan perombakan nama kementerian Negara dalam waktu yang berdekatan.

    Jangan jadikan kebijakan bongkat pasang kementerian menjadi laboratorium studi tempat bereksperimentasi dalam cakupan wilayah kerja yang luas.

    Dampaknya bisa dicermati dari perspektif fungsi layanan pendidikan yang memerlukan sisi pembiayaan secara memadai, sumber daya manusia yang banyak, sarana dan prasarana yang tidak sedikit jumlahnya tentu terganggu dengan berbagai perombakan yang terjadi, termasuk dalam urusan administratif dan kinerja organisatoris terjadi stagnan kerja.

    Misalnya sejak Mendikbud Nadiem Makarim dilantik 23 Oktober 2019. Organ Kemdikbud baru diterbitkan berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2019, tertanggal 16 Desember 2019 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

    Menggerakkan semua organ dan sumber daya Kemdikbud menjalankan fungsi layanan pendidikan, perlu dokumen Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Kemdibud diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2019, tertanggal 27 Desember 2019 jo. Permendibud No 9 tahun 2020, tertanggal 12 Februari 2020 baru semua unit kerja yang dibutuhkan bisa dibentuk. Artinya perlu waktu sekitar 5 (lima) bulan untuk menyempurnakan Organisasi Tata Kerja (OTK) Kemdibud. Padahal perombakan kabinet kelihatannya suatu urusan mudah, apalagi mendapatkan DPR-RI. 

    Namun realitas di lapangan perombakan kabinet tidaklah semudah dengan keputusan politik Presiden menggunakan hak prerogatifnya. Perhitungan dari sisi waktu untuk penyesuaian organisasi kementerian untuk menyesuaikan.

    Terbukti, 5 bulan waktu kerja Kemdikbud harus diarahkan pada penataan OTK Kemdikbud. Belum kerumitan dalam penempatan pejabat dan personil staf pendukung, yang pergeserannya sedikit menimbulkan gesekan dan/atau turbulensi.

    Mustahil kiranya Kemdikbud bergerak dengan kecepatan tinggi mencapai visi Indonesia 2025 yakni mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur, jika organisasi Kemdibud kehilangan waktu bergerak, bergulat dengan penataan internalnya. 
    Kita kuatir kebijakan yang diambil pemerintah bersama legislatif belum berorientasi pada upaya mewujudkan visi kebangsaan.

    Pemisahan dan penggabungan kementerian dalam urusan pendidikan, meminjam istilah Hendmaidi Alfian (2021) dalam media sosial pribadinya tak ubah seperti gerakan tarian poco-poco, maju, mundur, dan kesamping.

    Penggabungan dan pemisahan kementerian Negara merupakan keputusan strategis, tetapi rohnya bagaikan eksperimen dan laboratorium kebijakan pendidikan. Seakan-akan sedang taraf belajar memformulasikan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) 10-25 tahunan, rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) 5 tahun dan rencana kerja (renja) 1 tahunan. 

    Idealnya ritual, gerak laku pimpinan puncak di level nasional yang memiliki kekuasaan masih terbebani dengan ego keilmuan, ego personal untuk menunjukkan perbedaan (difference) dirinya dengan pimpinan sebelumnya. Rasa tidak mau menurunkan tensi berupa penerusan program jangka panjang. Maunya ingin meninggalkan kekuasaan dengan legacy kebijakan berbeda.

    Pada akhirnya kehabisan energi melakukan penyesuaian organisasi setelah perombakkan Kemdikbud menjadi Kemdikbudristek, Pengalaman kerja Kemdikbud tahun lalu, diperkirakan 6 bulan ke depan sejak Mas Nadiem dilantik menjadi Mendikbudristek  tanggal 29 April 2021, Kemdikbudristek masih berkutat pada penataan OTK kembali.   

    Berorientasi Legacy Kebijakan Belum Pada Keberlanjutan Program, Kecendrungan pimpinan puncak enggan berkompromi jika bisa melanjutkan apa yang sudah dirintis dan dibuat pimpinan sebelumnya.

    Publik pun turut serta memberikan penilaian standar keberhasilan pemimpin tersebut jika yang bersangkutan memiliki legacy atau yang ditinggalkan atau diwariskan, apakah dalam bentuk simbolik kata-kata, prasa, akronim, kebijakan dan konstruksi fisik bangunan.

    Tidak sedikit ucapaya pimpinan puncak meninggalkan sebuah legacy, pada akhirnya tidak bisa dituntask atau mangkrak di tengah jalan seiring dengan  berakhirnya kepemimpinannya karena berhenti di tengah jalan atau sudah habis masa kerjanya.

    Tidak terkecuali dalam hal penamaan kementerian Negara yang mengurusi fungsi pendidikan menjadi sebuah sisi pencitraan politik, legacy kekuasaan yang ingin ditunjukkan ke publik. Bongkar pasang kebijakan pemisahan dan penggabungan kementerian yang mengurus pendidikan tidak pernah dipertentangkan berbagai pihak.

    Seakan sebuah kebenaran yang belum diiringi dengan sebuah kajian yang mendalam dari sisi administratif dan ekonomis serta memerlukan singkronisasi (alignment) rencana kementerian dan lembaga Negara (KL) lainnya.

    Termasuk perhitungan ekonomisnya bisa memboroskan anggaran Negara yang cukup besar untuk melakukan penyesuaian regulasi, SOP, mekanisme koordinasi, alur komunikasi, mata anggaran, penunjukkan pejabat Kuasa Pengguna Anggarannya (KPA), pejabat pembuat komitmennya, bendahara, dan pergantian dokumen renstra, master plan, perjanjian kinerja.

    Jika diakumulasi semua perubahan aktivitas dan atribut kelembagaan bisa menimbulkan pemborosan anggaran Negara yang diperkirakan mencapai diatas Rp. 200 milyar, bisa jadi lebih besar dari perkiraan tersebut. Walaupun banyak pihak menilai angka itu masih kecil dari jumlah anggaran yang dibelanjakan Kemdikbudristek.

    Tentunya sebagai warga Negara yang memiliki kepedulian bahwa kita masih terbebani dengan banyak hutang, sudah sepatutnya berpikir efisiensi dan efektivitas program. Sekaligus anggaran ini bisa dialokasikan untuk mengakselarasi program unggulan Kemdibudristek berupa merdeka belajar, kampus merdeka, guru penggerak, sekolah penggerak dan lainnya.  
    Jadi kita berharap pemerintah melalui kementerian terkait dalam layanan pendidikan lebih cermat dalam membuat kebijakan yang sifatnya skala besar, mengunakan sumber daya yang banyak.

    Kebijakan itu sebaiknya didahului dengan kajian akademik mendalam, dipraktekkan dalam skala kecil, hasilnya memberikan dampak positif. Baru diimplementasikan dalam lingkup yang luas. Harapannya dengan nama baru Kemdikbudristek bisa lebih akomodatif, adaptif dan produktif memberikan layanan pendidikan yang berkualitas untuk semua.

    Terakhir, ucapan selamat bekerja Mas Menteri Nadiem Makarim memimpin Kemdikbudristek RI, semoga segenap ikhtiar yang ada dalam rencana besarnya bisa merealisasikan visi kebangsaan Indonesia 2025 melalui percepatan kemajuan pendidikan nasional yang unggul dan berdaya saing.

    Gorontalo, 24/05/2021

    Dr. Arwildayanto, M.Pd

    Dosen FKIP Universitas Negeri Gorontalo

    email: arwildayanto@ung.ac.id

    Updates

    Updates

    Artikel Sebelumnya

    Tony Rosyid: Top Score, Anies Makin Banjir...

    Artikel Berikutnya

    Novita Wijayanti Apresiasi Progres Pembangunan...

    Berita terkait